Bogor bukan sekadar kota hujan atau tempat wisata kuliner kekinian. Di balik lebatnya pepohonan dan sejuknya hawa kaki Gunung Salak, tersembunyi sebuah jejak spiritual dan sejarah budaya yang luar biasa. Namanya Pura Parahyangan Agung Jagatkarta—sebuah pura megah yang tak hanya menampung ritual keagamaan umat Hindu, tetapi juga menyimpan warisan leluhur Kerajaan Sunda Pajajaran.
Kalau kamu pikir pura besar hanya ada di Bali, mungkin kamu belum pernah menjejakkan kaki ke Tamansari, Bogor.
✨ Key Takeaways:
- 🛕 Pura Jagatkarta merupakan pura terbesar ke-2 di Indonesia setelah Besakih.
- 🐅 Dibangun di lokasi yang dipercaya sebagai petilasan Prabu Siliwangi.
- 🛤️ Proses pembangunan memakan waktu 10 tahun dan penuh perjuangan spiritual serta gotong royong.
- 🌳 Kini juga jadi destinasi wisata religi yang terbuka bagi semua umat.
- 🔮 Nama Jagatkarta memiliki makna filosofis penciptaan semesta menurut ajaran Veda.
Awal Mula: Sebuah Cita-cita di Kaki Gunung
Segalanya dimulai dari sekelompok umat Hindu yang mendambakan tempat sembahyang di lokasi yang hening dan penuh kesakralan. Tahun 1995 menjadi titik tolaknya. Bukan karena kemewahan, tapi karena adanya “rasa panggilan” dari alam dan spiritualitas.
Bayangkan, sebelum area ini dikenal luas, sekelompok orang mulai membangun sebuah pelinggih sederhana tepat di titik yang diyakini sebagai petilasan Prabu Siliwangi. Tak lama kemudian berdirilah candi pertama yang menjadi cikal bakal dari Pura Parahyangan Agung Jagatkarta.
“Kami merasakan hawa yang berbeda di tempat ini. Ada aura spiritual yang menyentuh hati,” ungkap Salah Satu Mangku, pemangku doa yang terlibat sejak awal pembangunan.
🐯 Simbolisme Harimau & Legenda Prabu Siliwangi
Sosok Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran, sangat lekat dalam sejarah pembangunan pura ini. Di tempat ini diyakini beliau dan para pengikutnya mencapai moksa—pembebasan jiwa dari siklus kehidupan.
🧭 Maka tak heran kalau simbol harimau putih dan hitam (Maung Bodas & Maung Hideung) ditempatkan di depan pura sebagai lambang keberanian dan keagungan sang raja.
Nama yang Penuh Makna Filosofis
Nama Parahyangan Agung Jagatkarta bukan sekadar nama panjang yang terdengar megah. Di baliknya tersembunyi makna spiritual mendalam:
Kata | Makna |
Parahyangan | Tempat bersemayamnya para Hyang atau leluhur suci |
Agung | Besar, luhur, dan mulia |
Jagat | Alam semesta atau dunia |
Kartta | Lahir, tercipta |
Tamansari | Tempat indah yang penuh kesejukan |
Nama ini bahkan diambil dari filosofi dalam Lontar Widhi Sastra Catur Veda, yang menyebutkan Sang Hyang menciptakan alam dengan gelar Jagatkarta.
🧱 10 Tahun Penuh Perjuangan dan Gotong Royong
📅 Dimulai tahun 1995, pembangunan berlangsung bertahap selama satu dekade. Tahun 2005 menjadi saksi peresmiannya melalui upacara sakral Ngenteg Linggih yang disaksikan oleh 21 sulinggih dan puluhan pinandita dari seluruh Indonesia.
🎴 Upacara ini digelar pada Purnama Sasih Ketiga—tanggal 18 September 2005, sebagai penanda bahwa pura telah siap digunakan untuk persembahyangan besar (Yadnya Utama).
🛕 Komplek Pura: Lebih dari Sekadar Bangunan
Kompleks Pura terdiri dari tiga zona utama: Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Masing-masing memiliki fungsi spiritual tersendiri.
Berikut beberapa bangunan penting di dalamnya:
🔹 Padmasana – tempat pemujaan Sang Hyang Widhi
🔹 Candi Siliwangi – simbol kekuatan raja
🔹 Bale Pesamuan Agung – tempat diskusi dan pertemuan umat
🔹 Pengayengan Dalem Peed – ruang meditatif khusus
🔹 Pura Melanting dan Pasar Agung – untuk menyucikan persembahan
🎐 Paruman Sulinggih: Penetapan Nama dan Status
Pada 11 Juni 2005, para Sulinggih dari berbagai daerah berkumpul dan menetapkan empat poin penting:
🌟 Nama resmi pura: Parahyangan Agung Jagatkarta
🌍 Status: Pura Kahyangan Jagat – terbuka untuk semua umat Hindu
📜 Tingkat upacara: Utamaning Utama (tingkat tertinggi dalam Hindu)
🏞️ Fungsi: Tempat Thirta Yatra dan pusat spiritual Nusantara
🌀 Ketika Alam Menguji: Musibah dan Kehendak Ilahi
Maret 2007 menjadi bulan penuh ujian. Angin puting beliung memorakporandakan beberapa bangunan utama seperti Bale Gegitan dan Reringgitan.
Tapi alih-alih menyerah, umat justru bergotong-royong untuk membangun kembali. Bahkan beberapa bangunan seperti Ashram dan Bale Gong mulai dibangun dengan dukungan dari umat Hindu se-Nusantara, termasuk pemerintah daerah dari Bali.
🔔 Tradisi Pujawali yang Menyatukan
Setiap tahun, diadakan Pujawali atau perayaan hari besar untuk memperingati peresmian pura. Pujawali ini menjadi momen kebersamaan dan spiritualitas lintas generasi.
🎊 Tahun 2006: Pujawali I – dihadiri ribuan umat
🎊 Tahun 2007: Pujawali II – lebih besar, lebih meriah
🎊 Tahun 2008: Pujawali III – dilaksanakan oleh banjar Depok, tanpa nyejer (pemujaan 3 hari) demi efisiensi
🌿 Kini Terbuka Untuk Semua
Setelah 2025, pura ini resmi terbuka bagi pengunjung lintas agama. Sebuah langkah besar yang terinspirasi dari wangsit Prabu Siliwangi:
“Apapun agamanya, apapun sukunya, terimalah di Pura Parahyangan Agung Jagatkarta.”
Sekarang, orang datang bukan cuma untuk bersembahyang. Banyak juga yang datang hanya untuk meresapi kedamaian, mengagumi arsitektur pura, atau sekadar menyendiri di bawah bayang-bayang Gunung Salak yang memukau.
✨ Yang Bisa Kamu Rasakan Saat Berkunjung
💨 Udara pegunungan yang segar
🧘♀️ Suasana spiritual dan damai
📸 Arsitektur eksotis ala Bali-Sunda
🌳 Pemandangan Gunung Salak nan megah
❓ FAQ: Pertanyaan yang Sering Diajukan
Apakah non-Hindu boleh masuk pura?
🟢 Ya, namun hanya hingga pelataran luar. Area utama hanya untuk umat yang bersembahyang.
Kapan waktu terbaik untuk berkunjung?
🟢 Pagi hari atau sore menjelang senja untuk menikmati cuaca sejuk dan suasana tenang.
Apakah ada biaya masuk?
🟢 Tidak ada tiket masuk, namun donasi sukarela sangat dihargai.
Apakah harus memakai pakaian khusus?
🟢 Ya. Pengunjung wajib mengenakan kain dan selendang yang bisa dipinjam di pintu masuk.
Apakah boleh mengambil foto?
🟢 Boleh, namun tetap jaga sikap sopan dan tidak mengganggu umat yang beribadah.