Dulu, pilih bank itu mudah: cukup pilih bank pemerintah terdekat. Tapi sekarang, dengan hadirnya bank digital dan fitur yang makin canggih, kamu harus lebih cerdas memilih bank mana yang cocok untuk kebutuhanmu. Aku teringat saat pertama kali membuka rekening BCA hanya karena ATM-nya dekat kampus. Tapi sekarang, aku juga punya akun di Jago, BTPN Jenius, […]

Beberapa hari lalu, timeline-ku ramai dengan video seorang ibu muda yang menangis histeris di minimarket. Ternyata, uang di rekeningnya tiba-tiba tersedot lebih dari Rp1 juta padahal belanja hanya Rp50 ribu. Penyebabnya sepele, tapi fatal: salah menggunakan fitur QRIS. Aku yakin kamu juga sering melihat fitur “Bayar” di menu QRIS mbanking-mu, bukan? Nah, fitur inilah yang

Masih ingat saat awal pandemi dulu? Hampir semua warung kopi, warung kelontong, sampai pedagang gorengan mulai menempelkan stiker QRIS di etalasenya. Awalnya aku pikir ribet, bikin QRIS pasti perlu izin usaha resmi atau modal besar. Namun setelah mendengar cerita Bu Rini – penjual cilok depan sekolah anakku – ternyata daftar QRIS itu gampang banget dan

Beberapa waktu lalu, aku mengikuti webinar digital marketing bersama praktisi FB Ads asal Amerika, Michael Thompson. Dalam sesi Q&A, ia membocorkan fakta yang bikin banyak peserta terdiam lama sambil menatap layar laptop mereka. “Kalau budget FB Ads kalian cuma $5-$10 per hari, kemungkinan besar hanya untuk menutupi biaya platform, bukan untuk optimasi iklan yang menghasilkan,”

Saat pertama kali aku pakai WhatsApp Business di 2019, rasanya seperti baru menemukan senjata rahasia. Gimana nggak? Chat pembeli lebih rapi, katalog bisa langsung dikirim, dan status profesional bikin pelanggan lebih percaya. Tapi ternyata, masih banyak pelaku usaha yang belum memaksimalkan fitur WhatsApp Business. Padahal kalau dimaksimalkan, omzet bisa naik signifikan hanya dari platform ini.

Aku masih ingat pertama kali mau lapor pajak UMKM online. Tangan dingin, dada berdebar. Buka website DJP Online saja rasanya seperti buka portal dunia lain. Padahal waktu itu omzet warung kopiku belum seberapa. Hanya Rp10 juta sebulan, jauh di bawah Rp500 juta yang dikenakan PPh Final 0,5%. Tapi setelah belajar pelan-pelan, ternyata lapor pajak UMKM

Aku masih ingat jelas percakapan dengan seorang teman sesama pelaku UMKM yang baru pertama kali mendaftarkan usahanya. Sambil menyeruput kopi sachet di kios kecilnya, ia bertanya, “Emang kalau omzetku di bawah Rp500 juta harus bayar pajak ya? Bukannya nggak kena pajak?” Pertanyaan ini sering banget muncul di kalangan pedagang kecil, penjual online, hingga warung pinggir

Pernah nggak sih kamu merasa sebel saat lihat teman sesama pelaku UMKM sudah dapat bantuan pemerintah berkali-kali, sementara pengajuanmu ditolak terus? Padahal usaha sama-sama kecil, sama-sama di gang sempit, tapi kok rejeki dia lancar ya? Aku pernah mengalaminya di awal pandemi. Saat itu, teman-teman sesama pedagang online di grup WhatsApp ramai posting notifikasi saldo bertambah

Dulu aku pernah bertanya hal yang sama. Saat baru buka warung kopi kecil di pinggir kampus, rasanya mustahil mengajukan pinjaman bank karena tidak punya sertifikat rumah atau BPKB motor atas nama sendiri. Bahkan saat itu, modal di tabungan hanya cukup untuk beli 2 kg kopi dan gula sekarung kecil. Tapi ternyata, ada beberapa pinjaman modal