Beli rumah itu ibarat lamaran jangka panjang — bukan cuma karena kamu mampu, tapi juga karena kamu siap.
Masalahnya, banyak orang terlalu fokus soal “punya dana atau nggak”, padahal ada hal-hal penting lain yang kadang terlupakan. Dan percayalah, kalau sampai salah langkah… bisa-bisa rumah impian berubah jadi rumah sengketa.
Makanya, sebelum kamu transfer DP atau tanda tangan surat perjanjian jual beli, yuk pahami 3 hal penting ini.
Saran ini juga datang langsung dari ahli hukum properti, Isdian Anggraeny, dosen Fakultas Hukum UMM. Jadi bukan sekadar katanya-katanya aja.
👉 Key Takeaways:
- 🧾 Cek identitas penjual dan pembeli dengan jelas (KTP, KK, status pernikahan).
- 📜 Pastikan dokumen tanah asli dan sesuai nama pemilik.
- 🏢 Lakukan pengecekan legalitas tanah ke PPAT atau kantor pertanahan.
1. Cek Kepastian Subjek: Siapa yang Jual?
Seringkali orang terlalu excited karena lihat rumah bagus, harga miring, langsung booking tanpa mikir:
“Ini yang jual siapa ya sebenernya?”
Menurut Bu Isdian, subjek dalam jual beli rumah itu wajib jelas.
Ada dua pihak utama: pembeli dan penjual.
Dan penjual wajib bisa membuktikan identitas serta hak kepemilikan asetnya.
📌 Kalau penjual belum menikah:
- KTP
- Kartu Keluarga
📌 Kalau penjual sudah menikah:
- Tambahkan Akta Nikah
Kenapa ini penting? Karena dalam hukum Indonesia, harta dalam pernikahan adalah milik bersama, kecuali ada perjanjian pra-nikah.
Jadi jangan sampai beli rumah dari suami, eh ternyata istri nggak setuju.
Bisa runyam urusannya!
2. Pastikan Kepastian Objek: Rumahnya Legal atau Nggak?
Setelah kamu yakin sama penjualnya, sekarang waktunya cek si “objek” rumahnya.
🏡 Rumah itu berdiri di atas tanah, dan tanah harus punya status hukum yang jelas.
Jangan asal lihat bangunannya bagus terus langsung beli.
📜 Jenis dokumen tanah yang legal:
Jenis Sertifikat | Fungsi |
SHM (Sertifikat Hak Milik) | Paling kuat. Full kepemilikan atas tanah. |
SHGB (Hak Guna Bangunan) | Umumnya untuk perumahan dari developer, ada jangka waktu |
SHP (Hak Pakai) | Untuk tanah negara atau lembaga tertentu |
Kalau nama di sertifikat berbeda dengan penjual? ❌
“WAJIB curiga,” kata Bu Isdian.
Bisa jadi rumah itu bukan milik pribadi, atau malah sedang dalam sengketa keluarga.
3. Cek Status Tanah ke PPAT atau Kantor Pertanahan
Nah, ini yang sering dilewatkan: pengecekan ke PPAT atau BPN.
Setelah kamu pegang dokumen dari penjual, bawa ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dicek statusnya:
- Apakah tanah itu bebas sengketa?
- Apakah pernah dijaminkan ke bank?
- Apakah ada masalah waris atau hibah?
Jika tanah dinyatakan aman, PPAT akan membubuhkan legalitas bahwa properti tersebut layak diperjualbelikan.
✨ Tanah bebas sengketa = aman untuk beli.
📎 Checklist Aman Sebelum Beli Rumah:
✅ Penjual jelas identitasnya (KTP, KK, Akta Nikah bila perlu)
✅ Sertifikat asli, nama sesuai, jenis SHM/SHGB/SHP
✅ Sudah dicek di PPAT atau kantor BPN
✅ Tidak ada masalah waris, kredit, atau hibah
Kisah Nyata: Hampir Kehilangan Rumah Karena Sertifikat Ganda
Budi, 34 tahun, cerita ke kami bahwa dia pernah hampir membeli rumah second di daerah Bekasi.
“Harga miring banget, lokasinya oke. Tapi pas dicek ke PPAT, ternyata ada dua versi sertifikat. Satu pakai nama penjual, satu lagi pakai nama orang yang udah almarhum.”
Untungnya, dia urung transfer DP. Tapi coba bayangkan kalau udah terlanjur…
Bisa jadi rumah impian malah bikin trauma seumur hidup.
FAQ: Jual Beli Rumah Aman
Apa tanda-tanda rumah sedang bermasalah?
⚠️ Sertifikat atas nama orang lain, tidak ada bukti surat waris, atau rumah dijual terlalu murah tanpa alasan jelas.
SHGB vs SHM, mana yang lebih baik?
📜 SHM (Hak Milik) lebih kuat dan tidak ada batas waktu. SHGB umumnya berlaku 20–30 tahun dan bisa diperpanjang.
Apakah beli rumah KPR butuh cek ini juga?
✅ Ya, apalagi developer baru atau rumah second. Bank pun biasanya akan lakukan appraisal & pengecekan, tapi kamu wajib tetap teliti pribadi.
Apa itu PPAT?
🏢 PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah. Mereka berwenang membuat akta jual beli dan cek legalitas tanah.