Bagi banyak orang yang mengalaminya, krisis moneter 1998 bukan sekadar angka di papan kurs valuta asing. Ia adalah masa ketika harga-harga melonjak liar, mata uang kita runtuh, dan ketidakpastian menyelimuti setiap sudut negeri. Salah satu penyebab utama merosotnya rupiah saat itu adalah lonjakan permintaan terhadap dolar Amerika.
Tapi mengapa masyarakat, perusahaan, bahkan pemerintah saat itu begitu haus akan dolar, sampai-sampai kurs rupiah anjlok dari sekitar Rp2.500 menjadi lebih dari Rp16.000 per USD?
Key Takeaways
💵 Lonjakan permintaan dolar dipicu utang luar negeri yang harus dibayar dalam USD.
📉 Kepanikan pasar membuat orang menukar rupiah ke dolar untuk “menyelamatkan” asetnya.
🏦 Cadangan devisa Indonesia terlalu kecil untuk menahan serangan spekulasi.
🌏 Krisis ini merupakan bagian dari gejolak keuangan Asia yang dimulai di Thailand.
Mengapa Semua Orang Ingin Dolar?
Krisis moneter di Asia dimulai pertengahan 1997. Saat baht Thailand dilepaskan dari patokan terhadap dolar, mata uang itu jatuh bebas. Investor internasional segera mencari “korban” berikutnya, dan rupiah masuk radar.
Ketika rupiah mulai melemah, reaksi alami pelaku ekonomi adalah: “Tukar rupiah ke dolar sebelum nilainya makin jatuh.”
Pemicunya datang dari beberapa arah:
💠 Pembayaran Utang Luar Negeri
Banyak perusahaan Indonesia punya pinjaman dalam bentuk dolar. Begitu kurs melemah, utang mereka membengkak, sehingga mereka bergegas membeli dolar untuk membayar cicilan.
💠 Importir Membutuhkan Dolar
Barang impor — dari bahan baku sampai pangan — dibayar dengan dolar. Saat kurs goyah, importir berusaha mengamankan dolar sebanyak mungkin.
💠 Spekulasi
Sebagian pelaku pasar membeli dolar semata untuk mencari keuntungan dari selisih kurs, memperparah pelemahan rupiah.
Tabel: Lonjakan Kurs Rupiah Saat Krisis
Bulan/Tahun | Kurs (IDR/USD) | Peristiwa Penting |
Juli 1997 | 2.500 | Krisis dimulai di Thailand |
Oktober 1997 | 3.800 | Modal asing mulai keluar dari Indonesia |
Desember 1997 | 5.000 | Pemerintah minta bantuan IMF |
Januari 1998 | 10.000 | Krisis politik memanas, kepercayaan anjlok |
Juni 1998 | 16.000 | Puncak krisis, ekonomi dan sosial terguncang |
Efek Cadangan Devisa yang Tipis
Bank Indonesia saat itu mencoba mempertahankan rupiah dengan menjual dolar di pasar, tapi cadangan devisa kita jauh dari cukup. Begitu dolar yang tersedia habis, kurs dibiarkan mengambang — dan terjun bebas.
Ekonom Dr. Sri Mulyani Indrawati pernah menjelaskan:
“Cadangan devisa adalah perisai utama dalam perang kurs. Saat peluru habis, nilai tukar akan bergerak liar mengikuti arus pasar.”
Psikologi Pasar dan Efek Domino
Pasar valuta asing bekerja bukan hanya berdasarkan angka, tapi juga psikologi kolektif. Ketika investor dan masyarakat yakin rupiah akan jatuh, tindakan mereka justru mempercepat kejatuhan itu.
🔴 Efeknya seperti ini:
- Orang menukar rupiah ke dolar → permintaan dolar naik.
- Permintaan dolar naik → kurs rupiah melemah.
- Kurs melemah → lebih banyak orang panik dan menukar rupiah.
Siklus ini berulang seperti spiral yang makin dalam.
Dampak Lonjakan Permintaan Dolar
💎 Harga Barang Naik
Bahan impor makin mahal karena dibayar dolar.
💎 Beban Utang Membengkak
Perusahaan harus membayar cicilan utang dalam dolar dengan kurs yang jauh lebih tinggi.
💎 Bisnis Ambruk
Importir dan industri yang tergantung bahan baku luar negeri terpukul parah.
FAQ
Mengapa tidak semua orang membeli dolar saat itu?
Tidak semua punya akses. Tapi mereka yang memiliki tabungan atau modal besar lebih cepat beralih ke dolar.
Apakah Bank Indonesia salah strategi?
Sebagian ekonom menilai intervensi dilakukan terlalu lama sehingga cadangan devisa terkuras.
Apakah kejadian ini bisa terulang?
Bisa, tapi kini Indonesia punya sistem yang lebih kuat, cadangan devisa besar, dan regulasi ketat.