Kalau kamu pelaku bisnis digital, freelancer global, atau developer SaaS, pasti pernah ngalamin drama klasik ini: mau bikin akun Stripe, eh… mentok. Nggak bisa pakai data Indonesia, harus nitip nama orang luar negeri, atau lebih parah, harus ngide pakai dokumen palsu. 🤦
Dan pas denger kabar bahwa Stripe mau masuk ke Indonesia, banyak yang langsung optimis: “Wah, akhirnya bisa daftar Stripe resmi tanpa ribet!”
Tapi… plot twist. Stripe batal masuk.
💥 Kenapa Ini Jadi Isu Besar?
Stripe itu bukan sembarang fintech. Perusahaan asal San Francisco ini adalah tulang punggung pembayaran digital buat ribuan startup dan tech company, dari Amazon, Google, Shopify, hingga ChatGPT. Jadi, waktu Stripe sempat menyatakan tertarik ekspansi ke Indonesia, banyak pelaku digital langsung buka mata lebar-lebar.
Sayangnya… mimpi itu batal. Sampai hari ini, Stripe belum resmi beroperasi di Indonesia. Yang ada cuma perantara pihak ketiga yang belum tentu aman atau resmi.
😤 Kekecewaan Netizen Digital
👨💻 “Harusnya Stripe masuk, biar bisnis AI kita bisa scale up ke luar negeri.”
👩🎨 “Gue sampe sewa virtual office di Singapura cuma buat bikin akun Stripe.”
🧑🏫 “Negara lain malah ngundang Stripe masuk, kita malah ribet sendiri.”
Dan, nggak sedikit juga yang ngerasa nggak adil, karena negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, bahkan Thailand sudah duluan bisa pakai Stripe secara legal.
🎯 Penyebab Stripe Gagal Masuk Indonesia
Stripe nggak pernah secara resmi ngomong “kami batal masuk Indonesia karena A, B, C.” Tapi, dari analisa banyak praktisi industri dan berita-berita yang beredar, berikut ini beberapa alasan kuat kenapa Stripe akhirnya urung ekspansi ke Indonesia:
🏛️ 1. Birokrasi Regulasi Keuangan yang Terlalu Berbelit
🛑 Untuk beroperasi sebagai payment gateway di Indonesia, Stripe harus mendapatkan izin dari Bank Indonesia dan OJK. Tapi proses perizinannya…
🚧 Panjang
🚧 Mahalnya minta ampun
🚧 Harus kerjasama dengan entitas lokal
🚧 Dan seringkali nggak transparan
Menurut Ardi FBX, praktisi hukum finansial digital:
“Indonesia itu sayangnya punya proses birokrasi yang tidak agile untuk fintech asing. Kita ingin mereka masuk, tapi proses masuknya sendiri bikin mereka mundur.”
💸 2. Kewajiban Modal Besar dan Investasi Lokal
Stripe harus set up entitas lokal dan setor modal minimum yang kadang nggak masuk akal untuk skala awal ekspansi. Ditambah lagi:
💼 Wajib kerjasama dengan bank lokal
📈 Kewajiban lapor transaksi dan sistem pemantauan
🔍 Audit tahunan yang kompleks
Bayangkan Stripe, perusahaan dengan valuasi triliunan rupiah, masih mikir-mikir buat masuk ke negara yang terlalu banyak regulasi tumpang tindih.
🔒 3. Ketakutan Terhadap Overregulasi Data
Stripe sangat ketat soal keamanan data dan privasi pengguna. Tapi Indonesia mewajibkan penyimpanan data transaksi di server lokal (data center di dalam negeri). Buat Stripe, ini bikin:
❌ Biaya operasional naik
❌ Infrastruktur harus bangun ulang
❌ Kekhawatiran soal kontrol & transparansi data
💼 4. Pasar Belum Siap Buat Sistem Stripe
Stripe dirancang untuk transaksi online berbasis API yang sangat fleksibel. Di Indonesia, mayoritas pembayaran digital masih didominasi oleh:
💰 E-wallet (OVO, DANA, Gopay)
🏦 Transfer manual
📱 QRIS
🧾 Sistem invoice & rekonsiliasi manual
Stripe perlu pasar yang siap digitalisasi penuh — yang sayangnya belum terjadi di mayoritas UKM Indonesia.
🔍 Tabel: Stripe vs Payment Gateway Lokal
Fitur | Stripe | Gateway Lokal Indonesia |
API untuk Developer | ✅ Sangat fleksibel | ❌ Terbatas, kadang ribet |
Dukungan Multi Currency | ✅ USD, EUR, GBP | ❌ Umumnya hanya IDR |
Ketersediaan Global | ✅ 40+ negara | ❌ Domestik saja |
Stripe Connect/Marketplace | ✅ Ya | ❌ Tidak tersedia |
Proses Pendaftaran | ✅ Online & efisien | ❌ Butuh dokumen manual |
🧠 Alternatif Buat Pelaku Bisnis Digital di Indonesia
Kabar baiknya: meski Stripe batal masuk Indonesia, kamu tetap bisa punya akun Stripe resmi lewat perusahaan luar negeri. Caranya?
🎯 Daftar perusahaan di Singapura lewat OSOME
🎯 Buka rekening bisnis multi-currency
🎯 Daftar Stripe sebagai entitas bisnis resmi
Langkah ini udah dilakukan oleh ratusan agency dan freelancer Indonesia. Kamu bisa kelola semua pembayaran global, tanpa harus melanggar hukum atau pinjam nama orang luar.
💬 Cerita Dari Lapangan
Haryo, pemilik startup SaaS asal Bekasi, bilang:
“Gue udah dua kali ditolak investor karena legalitas Stripe gue ‘kurang jelas’. Akhirnya gue daftar perusahaan di Singapura lewat OSOME, dapet akun Stripe resmi, dan baru aja dapet project dari Kanada senilai $12,000.”
Gue rasa ini jadi bukti konkret bahwa solusi tetap ada, walaupun pemerintah belum siap memfasilitasi Stripe secara langsung.
🔧 Tips Buat Kamu yang Masih Ingin Stripe:
🌐 Bikin perusahaan legal di Singapura
📨 Gunakan alamat & rekening resmi dari OSOME
💻 Daftar Stripe pakai entitas Singapura
🔐 Jangan gunakan data palsu atau akun titipan
📞 Buat komunikasi dengan klien lebih profesional
🙋 FAQ Terkait Stripe di Indonesia
Q: Apakah Stripe bisa digunakan oleh warga Indonesia?
✅ Bisa, asal kamu pakai perusahaan resmi dari negara yang didukung Stripe.
Q: Apakah aman daftar lewat OSOME?
✅ Iya. OSOME adalah layanan legal yang berbasis di Singapura dan membantu ratusan agency digital Indonesia.
Q: Apakah ada kemungkinan Stripe masuk Indonesia suatu saat nanti?
🤔 Mungkin, tapi tergantung pada perubahan regulasi dan kemauan pemerintah membuka jalan.
Q: Kenapa Stripe penting banget buat agency atau startup?
💡 Karena Stripe memudahkan transaksi global, subscription, invoice otomatis, dan scale-up bisnis digital.