Naik Gunung Semeru Tanpa Trekking Pole: Ketika Rasa Tak Enakan Nyaris Membawa Petaka

pendaki gunung yang kelelahan

🏞️ Pendakian Bukan Tentang Siapa Paling Kuat, Tapi Siapa yang Paling Siap

Naik Gunung Semeru bukan sekadar aktivitas alam. Ia adalah perjalanan panjang antara kesiapan fisik, kekuatan mental, dan satu hal yang kadang paling sulit: ketegasan dalam tim.

Gue mau cerita pengalaman pribadi — atau tepatnya pelajaran besar — yang gue dapat waktu mendaki Semeru. Pelajaran tentang keselamatan, kedisiplinan, dan batas antara rasa empati dan tanggung jawab.

🔥 Poin-Poin Penting dari Cerita Ini

🥾 Trekking pole bukan alat tambahan, tapi penopang keselamatan utama di tanjakan ekstrem seperti Semeru.
⚠️ Pinjam-meminjam perlengkapan penting bisa mengancam keselamatan pendaki lain.
🧭 Ketegasan dalam tim pendakian harus dibentuk sejak briefing awal — bukan saat sudah di tengah jalur.
💔 Rasa nggak enakan bisa berujung fatal jika mempengaruhi keputusan kritis di medan ekstrem.

📖 Awal Cerita: Semua Terlihat Siap, Tapi…

Waktu itu kami ber-9, tim pendakian yang udah lama merencanakan naik ke Mahameru. Briefing udah dilakukan jauh-jauh hari. Semua dibagikan daftar perlengkapan wajib, termasuk trekking pole sebagai alat bantu medan pasir Semeru yang terkenal menyiksa.

Saat hari keberangkatan tiba, satu anggota perempuan datang tanpa trekking pole. Katanya sih, “Gak sempat beli, tapi kayaknya gak terlalu butuh deh.”

Kita semua diam. Gue juga diem. Dalam hati gue mikir, “Semeru itu bukan gunung lucu-lucuan, Mbak…”

🧗‍♂️ Medan Pasir Semeru: Penguji Fisik, Penghancur Ego

Pas sampai di tanjakan terakhir menuju Mahameru — yang disebut “tanjakan putus asa” — semua terasa nyata. Nafas mulai pendek. Langkah maju dua, mundur satu. Tanah pasir yang bikin lo merosot tiap kali lo ambil langkah lebih panjang.

Gue mulai masuk ke mode fokus, trekking pole di tangan. Tapi baru 30 menit jalan, si Mbak itu bilang,

“Aku udah gak kuat banget… boleh pinjam trekking pole-nya gak? Cuma sebentar aja.” (eh pada akhirnya baru setengah trek udah turun lagi, padahal harusnya treking pole gue bawa sampe muncak)

💔 Gue bimbang. Di satu sisi, gue tahu dia dalam kondisi lelah banget. Tapi di sisi lain, trekking pole itu alat utama gue untuk jaga keseimbangan dan tenaga. Dan akhirnya… gue kasih juga. Karena gak enak, karena kasihan, karena… ya, gue gak tegaan.

🥵 Rasanya Naik Mahameru Tanpa Trekking Pole? Neraka.

Gak butuh lama sampai gue nyesel.
Langkah gue makin berat. Lutut bergetar. Pegangan gak ada. Beberapa kali nyaris jatuh karena pasir longsor. Nafas gue mulai ngaco.

Di kepala gue cuma satu: “Kenapa tadi gak gue tolak aja?”

Itu pertama kalinya gue merasa nyaris menyerah di tengah pendakian. Dan itu bukan karena gue gak sanggup, tapi karena alat yang seharusnya gue punya — malah dipakai orang lain.

🧠 Pelajaran yang Gue Dapat dari Satu Keputusan Kecil

📛 Gunung gak bisa dibohongi. Sekali lo lengah, dia bisa ngasih lo pelajaran keras.
📛 Keselamatan itu tanggung jawab pribadi. Lo gak bisa terus berharap orang lain bantuin lo di tiap masalah.
📛 Empati tanpa batas bisa jadi bumerang. Apalagi kalau itu mengorbankan keselamatan lo sendiri.
📛 Ketegasan penting bahkan saat lo dianggap “kejam”. Karena yang lo lindungi bukan cuma diri sendiri, tapi juga stabilitas tim.

🧷 Tabel Risiko Meminjamkan Perlengkapan Vital Pendakian

Perlengkapan yang DipinjamkanRisiko ke PeminjamRisiko ke Pemilik
Trekking poleKurang maksimal bantu tanjakanKesulitan naik, rentan cedera
Jaket windproofKedinginan ekstremHipotermia di malam hari
HeadlampSulit navigasi malamTerlambat & berisiko tersesat
Sleeping bagTidak bisa tidur nyamanTidak bisa istirahat maksimal

🗣️ Suara dari Para Praktisi Lapangan

“Kalau satu orang gak siap, itu bisa ngerepotin 8 orang lainnya. Gunung gak butuh kasihan, dia butuh kesiapan.”
Dhani Akbar, Pemandu Pendakian dan Pendiri Komunitas Naik Gunung Aman

“Tegas itu bukan berarti kejam. Tegas itu bentuk cinta paling tinggi dalam dunia pendakian.”
Maya Rizky, Pendaki Wanita Senior dan Mentor Mapala

⚠️ Rekomendasi untuk Tim Open Trip & Private Trip

📢 Buat kamu yang suka ikut open trip atau private trip, hal ini WAJIB dilakukan sejak awal:

🎯 Checklist perlengkapan Wajib & Form Tanda Tangan Komitmen
🎯 Briefing dengan pernyataan tegas: “No sharing for vital gear”
🎯 Kebijakan: Barang tidak lengkap = risiko ditanggung sendiri
🎯 Dilarang meminjamkan alat safety kecuali kondisi darurat medis

🏕️ Hal Vital yang Gak Boleh Ketinggalan Saat Naik Semeru

✅ Trekking pole (wajib untuk tanjakan pasir)
✅ Headlamp dengan baterai cadangan
✅ Jaket tahan angin & hujan
✅ Tenda dengan pasak kuat
✅ Sepatu gunung anti selip
✅ Sarung tangan & buff (pelindung cuaca ekstrem)
✅ Sleeping bag & matras isolator

🙏 Rasa Tidak Enakan Tidak Boleh Jadi Alasan

Kalau lo tipikal orang yang gak enakan (kayak gue waktu itu), lo perlu tanam satu hal dalam pikiran: kalau lo cedera atau pingsan karena mengalah, siapa yang bakal nolongin lo?

Mending lo dibilang “jutek” daripada tim lo harus manggil SAR gara-gara lo tumbang. Gunung ngajarin banyak hal, tapi yang paling mahal harganya adalah ketegasan dan batasan pribadi.

❓ FAQ – Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Apakah boleh pinjam perlengkapan penting seperti trekking pole saat mendaki?

Sebisa mungkin tidak. Karena itu menyangkut keselamatan. Peminjaman bisa dilakukan hanya dalam kondisi darurat medis, bukan karena malas bawa.

Gimana cara menolak dengan sopan saat ada teman minta pinjam?

Katakan jujur:
“Maaf banget, ini perlengkapan utama aku untuk menjaga keseimbangan. Tanpa ini aku bisa celaka juga.”
Lebih baik jujur daripada sama-sama celaka.

Haruskah panitia open trip menolak peserta yang tak lengkap alatnya?

Ya. Demi keselamatan bersama. Atau buat perjanjian bahwa risiko tanggung sendiri dan larangan pinjam alat penting dari peserta lain.

-
people visited this page
-
spent on this page
0
people liked this page
Share this page on
Share the Post:

Related Posts

Scroll to Top

Booking Form

Fill out the form below, and we will be in touch shortly.
Book Room Hotel